Halaman

Kamis, 03 Mei 2012

Memandang Baduy Secara Integratif



Mari kita lihat Baduy sebagai satu integritas dalam diagram lapis cincin. Dalam bulatan cincin pertama ada URANG KANEKES/Padaleuman/kajeroan. Dalam bulatan cincin kedua, ada URANG PANAMPING/nu ditamping/dibuang/kaluaran. Dalam bulatan cincin ketiga ada URANG DANGKA. Ketiganya terus berkomunikasi, berinteraksi, dan berdialektika.

URANG KANEKES mendiami wilayah tangtu telu yaitu: Cibeo, Cikertawana, dan Cikeusik. URANG PANAMPING mendiami 38 kampung (mungkin terus bertambah) di sekitar wilayah urang Kanekes. URANG DANGKA mendiami dua dangka di Kampung Panamping dan tujuh dangka di Kp: Panyaweuyan, Nungkulan, Cigarehong/Cilenggor (dangka Tangtu Cikertawana), Cihandam (dan dua di Panamping termasuk dalam Tangtu Cibeo), Kamancing, Kompol –lokasi yang Kang Subuh ceritakan, bagaimana ia & jaro Kompol mengusir para pekerja pertambangan yang membawa drum-drum besar dan pipa-pipa plastik besar yang panjangnya ‘ngaleuwihan oray’, dan Cibengkung (dangka Tangtu Cikeusik).


Wanita Penenun Kain Baduy

Secara nyata, adat kebiasaan kehidupan Baduy Luar (Panamping & Dangka) sudah jauh berbeda dengan urang Baduy Jero (Kanekes yang mageuhan pitukuh), tetapi secaral sosial dan ruang mereka adalah komunitas Baduy yang kita kenal sekarang ini. Rusaknya sistem ekosistem di wilyah Baduy Luar tentu cepat atau lambat akan mempengaruhi rusaknya wilayah Baduy Jero –walaupun secara hitungan angka jarak antara BL dan BJ sangat-sangat jauh. Dan kerusakan tersebut tidak 50 tahun ke depan, tapi 5 tahun ke depan ini nyata, riil, dengan adanya eksploitasi penambangan itu.

Baduy merupakan situs yang hidup sampai sekarang, sama dengan ratusan situs suku bangsa yang ada di Indonesia, yang keberadaannya sungguh berat pada pusaran zaman. Jikalau kita selama ini mengunjungi, mengawetkan, memuji-memuja situs mati (batu-batu tulis, keris, makam keramat, naskah, dan artifak lain sebagainya), sedang di hadapan kita situs hidup yang terancam akan dibiarkan begitu saja dan menjadi mati? Sungguh tak masuk diakal.

Menurut teori Marxis, alam di dunia ini hanya ada dua, material (infrastruktur) dan supermaterial (suprastruktur). Bila ingin merusak hal-hal yang suprastruktur: ideasional, konsep-konsep, filsafat, sastra, pitukuh-pitukuh, piteket-piteket, rusakanlah materinya. Pun demikian sebaliknya. Bagaimana dengan eksploitasi penambangan ini? Pasti menuju ke sana. Perusakkan lahan secara fisik akan berimbas pada perusakan nonfisik. Kebudayaan kemudian berkembang selaras dengan terbukanya lahan. Baduy? Mestikah identik dengan manusia modern?

Selain itu yang patut diketahui, Banten merupakan wilayah hutan yang paling luas di Jawa Barat (sebelum berpisah dengan Jawa Barat (Perhutani, 1980, Walhi adakah data?)). Desa Kanekes yang tahun 1992 luasnya 5.101,85 Ha, beberapa ratus tahun lalu diperkirakan luasnya meliput Kecamatan Muncang, Sajira, Cimarga, Maja, Bojongmanik, dan Leuwidamar (Garna, 1988). Kesultanan Bantenlah yang pertama kali mempersempit wilayah ini yang kemudian diatur lagi oleh Hinda Belanda.

Jikalau hutan itu masih rimbun di sana, mari selamatkan kekayaan alam dan budaya Baduy juga alam dan budaya Sunda yang secara geografis membentang pada paparan tanah Sunda.

Sumber bacaan

Djatisunda, Anis. 1992. “Pengalaman Bergaul dengan Orang Baduy” (makalah).

Garna, Judistira (Prof, Ph.D.). 1992. “Orang Baduy dari Kanekes: Ketegaran dalam Menghadapi Tantangan Zaman” (Makalah).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar