Halaman

Selasa, 01 Mei 2012

Kebijakan Ekonomi Pemerintah Selalu Reaktif

 JAKARTA, FAJAR -- Anggota Panja Daya Saing Komisi VI DPR RI dari Fraksi Partai Golkar, Emil Abeng mengatakan, Fraksi Partai Golkar melalui Komisi VI meminta Pemerintah untuk mewaspadai defisit perdangan Indonesia dan China serta meningkatnya impor barang konsumsi. Kewaspadaan harus dilakukan dengan memperkuat daya saing nasional melalui pembangunan sistem infrastruktur dan logistik agar pengusaha nasional dapat lebih kompetitif dan menekan ekonomi biaya tinggi.
Hal tersebut disampaikan Emil Abeng seusai Rapat Kerja Komisi VI DPR dengan Menteri BUMN di Jakarta akhir pekan lalu. Dalam pernyataannya, Emil mengatakan pemerintah seharusnya tidak hanya sekedar berpikir menggenjot ekspor, tapi harus sadar bahwa kita ada di era perdagangan bebas.
Artinya, lanjut Emil Abeng, Pemerintah harus menerapkan kebijakan memperketat arus impor barang konsumsi dengan menerapkan standar SNI hingga peraturan lainnya secara lebih ketat dan komprehensif bukan reaktif seperti sekarang.
Politisi Partai Golkar ini mengatakan, ditengah meningkatnya serbuan produk impor terutama dari China, Kebijakan Pemerintah terlihat lemah. Untuk itu, tegas Emil,  dirinya selaku Anggota Panja  daya saing Komisi VI DPR meminta pemerintah mewaspadai dampaknya, antara lain, defisit perdagangan dengan China.
Selain itu, kata Wakil Bendahara Fraksi Partai Golkar di DPR RI ini, pemerintah perlu mewajibkan pemain asing bermitra dengan pengusaha lokal untuk memperkuat Mitra Bisnis Lokal. "Yang tidak bisa dihindari dalam ekonomi global seperti sekarang ini adalah membanjirnya produk-produk asing ke Indonesia sebagai dampak pencarian pasar alternatif," ujar Emil Abeng.
Emil yang juga Ketua Umum Himpunan Pengusaha Kosgoro '57 mengatakan Indonesia sebagai negara dengan populasi keempat terbesar di dunia, mau tidak mau harus berhadapan dengan kompetitornya dari negara-negara berkembang lain yang pasarnya di Amerika dan Eropa menurun.
Pemerintah, lanjut Emil Abeng, sebaiknya  memperketat arus impor, barang konsumsi dengan menerapkan standar SNI dan peraturan lainnya secara lebih ketat. "Selain itu, Pemerintah harus mewajibkan setiap pelaku bisnis asing. untuk bermitra dengan pebisnis-pebisnis Indonesia agar keuntungan dapat terbagi merata keseluruh lapisan masyarakat di Indonesia", imbuh Emil.
Tapi, ungkap Emil, ada satu kesalahan konsepsi berpikir pemerintah. Yang jelas berdampak pada kebijakan daya saing ekonomi nasional yaitu Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 255/2011 tentang Perubahan PMK 147/2011 tentang Kawasan Berikat. Peraturan tersebut dinilai masih memberatkan industri dalam negeri. "Komisi VI meminta pemerintah melakukan penyempurnaan atas PMK Kawasan Berikat" tegas politisi Partai Golkar ini.
Kesemuanya itu, ungkap Emil, menunjukan bahwa kebijakan pemerintah selalu bersifat reaktif. Emil menilai sikap seperti ini sangat berbahaya bagi kepentingan nasional. Terus terang, ujar Emil, saya prihatin karena semua pihak, baik KAdin, asosiasi pengusaha, serikat buruh telah menyampaikan keluhan kepada kami (komisi VI) dan kami telah berulang kali mengingatkan (pemerintah). "Sepertinya pemerintah tidak ada sama sekali roadmap kebijakan ekonomi di era perdagangan bebas," kata Emil.
Ketika ditanya pendapatnya tentang MP3EI, Emil menilai Masterplan tersebut bagus dengan catatan, seluruh pelaksanaannya dipantau dan dipastikan mencapai sasaran. Patut dicatat, lanjut Emil, MP3EI harus juga diikuti dengan penurunan sukubunga BI (SBI. "Pembangunan infrastruktur tidak berarti banyak jika suku bunga permodalan kita begitu tinggi (8 persen) bandingkan dengan China yang ada di kisaran 3-3,5 persen. Saya benar-benar khawatir, jika (MP3EI) gagal maka ketertinggalan kita dengan negara lain semakin jauh," pungkas Emil.



Sumber; http://www.fajar.co.id/read-20120214130018-kebijakan-ekonomi-pemerintah-selalu-reaktif

Tidak ada komentar:

Posting Komentar