JAKARTA, FAJAR -- Anggota
Panja Daya Saing Komisi VI DPR RI dari Fraksi Partai Golkar, Emil Abeng
mengatakan, Fraksi Partai Golkar melalui Komisi VI meminta Pemerintah
untuk mewaspadai defisit perdangan Indonesia dan China serta
meningkatnya impor barang konsumsi. Kewaspadaan harus dilakukan dengan
memperkuat daya saing nasional melalui pembangunan sistem infrastruktur
dan logistik agar pengusaha nasional dapat lebih kompetitif dan menekan
ekonomi biaya tinggi.
Hal tersebut disampaikan Emil Abeng seusai Rapat Kerja Komisi VI DPR
dengan Menteri BUMN di Jakarta akhir pekan lalu. Dalam pernyataannya,
Emil mengatakan pemerintah seharusnya tidak hanya sekedar berpikir
menggenjot ekspor, tapi harus sadar bahwa kita ada di era perdagangan
bebas.
Artinya, lanjut Emil Abeng, Pemerintah harus menerapkan kebijakan
memperketat arus impor barang konsumsi dengan menerapkan standar SNI
hingga peraturan lainnya secara lebih ketat dan komprehensif bukan
reaktif seperti sekarang.
Politisi Partai Golkar ini mengatakan, ditengah meningkatnya serbuan
produk impor terutama dari China, Kebijakan Pemerintah terlihat lemah.
Untuk itu, tegas Emil, dirinya selaku Anggota Panja daya saing Komisi
VI DPR meminta pemerintah mewaspadai dampaknya, antara lain, defisit
perdagangan dengan China.
Selain itu, kata Wakil Bendahara Fraksi Partai Golkar di DPR RI ini,
pemerintah perlu mewajibkan pemain asing bermitra dengan pengusaha lokal
untuk memperkuat Mitra Bisnis Lokal. "Yang tidak bisa dihindari dalam
ekonomi global seperti sekarang ini adalah membanjirnya produk-produk
asing ke Indonesia sebagai dampak pencarian pasar alternatif," ujar Emil
Abeng.
Emil yang juga Ketua Umum Himpunan Pengusaha Kosgoro '57 mengatakan
Indonesia sebagai negara dengan populasi keempat terbesar di dunia, mau
tidak mau harus berhadapan dengan kompetitornya dari negara-negara
berkembang lain yang pasarnya di Amerika dan Eropa menurun.
Pemerintah, lanjut Emil Abeng, sebaiknya memperketat arus impor, barang
konsumsi dengan menerapkan standar SNI dan peraturan lainnya secara
lebih ketat. "Selain itu, Pemerintah harus mewajibkan setiap pelaku
bisnis asing. untuk bermitra dengan pebisnis-pebisnis Indonesia agar
keuntungan dapat terbagi merata keseluruh lapisan masyarakat di
Indonesia", imbuh Emil.
Tapi, ungkap Emil, ada satu kesalahan konsepsi berpikir pemerintah. Yang
jelas berdampak pada kebijakan daya saing ekonomi nasional yaitu
Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 255/2011 tentang Perubahan PMK 147/2011
tentang Kawasan Berikat. Peraturan tersebut dinilai masih memberatkan
industri dalam negeri. "Komisi VI meminta pemerintah melakukan
penyempurnaan atas PMK Kawasan Berikat" tegas politisi Partai Golkar
ini.
Kesemuanya itu, ungkap Emil, menunjukan bahwa kebijakan pemerintah
selalu bersifat reaktif. Emil menilai sikap seperti ini sangat berbahaya
bagi kepentingan nasional. Terus terang, ujar Emil, saya prihatin
karena semua pihak, baik KAdin, asosiasi pengusaha, serikat buruh telah
menyampaikan keluhan kepada kami (komisi VI) dan kami telah berulang
kali mengingatkan (pemerintah). "Sepertinya pemerintah tidak ada sama
sekali roadmap kebijakan ekonomi di era perdagangan bebas," kata Emil.
Ketika ditanya pendapatnya tentang MP3EI, Emil menilai Masterplan
tersebut bagus dengan catatan, seluruh pelaksanaannya dipantau dan
dipastikan mencapai sasaran. Patut dicatat, lanjut Emil, MP3EI harus
juga diikuti dengan penurunan sukubunga BI (SBI. "Pembangunan
infrastruktur tidak berarti banyak jika suku bunga permodalan kita
begitu tinggi (8 persen) bandingkan dengan China yang ada di kisaran
3-3,5 persen. Saya benar-benar khawatir, jika (MP3EI) gagal maka
ketertinggalan kita dengan negara lain semakin jauh," pungkas Emil.
Sumber; http://www.fajar.co.id/read-20120214130018-kebijakan-ekonomi-pemerintah-selalu-reaktif
Tidak ada komentar:
Posting Komentar